Bahan Baku Utama Obat Masih Impor, Mufti Anam: Benahi Secara Fundamental

22-04-2020 / KOMISI VI
Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam. Foto : Andri/Man

 

Kemampuan produksi obat-obatan dan alat kesehatan oleh BUMN Farmasi terus menjadi sorotan di tengah situasi darurat wabah Covid-19 dan pelemahan nilai tukar rupiah saat ini. Sebab diketahui bahan baku utama pembuatan obat ternyata didominasi oleh impor sebesar 90 persen, yang pada akhirnya menyebabkan kerugian-kerugian sendiri bagi Indonesia seperti langkanya obat-obatan, vitamin, hingga alat kesehatan.

 

Hal tersebut disampaikan oleh Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi VI DPR RI dengan para direksi BUMN Farmasi yang digelar secara virtual, Selasa (21/4/2020). Ia mendesak agar segera dilakukan pembenahan secara fundamental yang berarti secara menyeluruh untuk mengoptimalisasi produksi dalam negeri.

 

“Yang membuat kaget adalah 90 persen bahan baku obat kita masih impor. Dengan kondisi itu bagaimana kekuatan keuangan BUMN Farmasi tahun ini. Sejauh mana BUMN Farmasi dengan kondisi keuangan tersebut bisa membantu pelayanan Covid-19 secara lebih strategis. Lalu dengan kondisi keuangan dan pelemahan rupiah, sejauh mana ke depan BUMN Farmasi bisa terus mengimpor bahan baku obat,” terangnya.

 

Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini menduga ada praktik permainan mafia obat di dalam industri farmasi saat ini. “Jangan sampai yang dibicarakan Menteri BUMN benar adanya bahwa ada mafia obat dan bahan bakunya, dimana ada yang ambil untung besar dari industri bisnis obat ini sehingga tidak ada goodwill untuk industri dalam negeri kita,” imbuhnya.

 

Legislator dapil Banyuwangi ini menyatakan yang membuatnya lebih miris lagi adalah fakta bahwa Presiden telah berupaya memperbaiki masalah ini sejak 2016 dengan mengeluarkan sejumlah paket kebijakan yang isinya untuk memperkuat struktur industri obat dan alat-alat kesehatan nasional. Artinya menurut Mufti hingga hari ini BUMN Farmasi masih gagal memberikan dukungan optimal untuk kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional.

 

“Kenapa? Karena JKN butuh dukungan dan kemampuan produksi obat dan alat kesehatan dalam negeri. Apalagi dalam kondisi saat ini babak belur pastinya karena rupiah yang sangat melemah. Kira-kira ini kendalanya apa? Langkah yang sudah dilakukan apa? Misalnya untuk perusahaan kimia, industri dalam negeri kita ini bisa melakukannya,” geram Mufti.

 

Lantas ia pun berharap ada perbaikan strategis dimulai dari internal tiap BUMN Farmasi. Kemudian Mufti juga mendorong kolaborasi dengan setiap BUMN yang juga bergerak di bidang yang sama. PT. Pindad misalnya di bidang kimia. “Bahkan Pindad kami dengar mampu memproduksi alat ventilator dengan harga terjangkau dan jumlahnya yang sangat signifikan. Apabila ini dikordinasikan dan dikilaborasikan sejak jauh hari mungkin hasilnya akan lebih optimal,” tukas Mufti. (er/sf)

BERITA TERKAIT
Asep Wahyuwijaya Sepakat Perampingan BUMN Demi Bangun Iklim Bisnis Produktif
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berencana akan melakukan rasionalisasi BUMN pada tahun 2025. Salah...
147 Aset Senilai Rp3,32 T Raib, Komisi VI Segera Panggil Pimpinan ID FOOD
09-01-2025 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan raibnya 147 aset BUMN ID Food senilai Rp3,32 triliun. Menanggapi laporan tersebut,...
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...